Jumat, 17 September 2010

Ramadhan Itu Madrasah Bagi Kita

Oleh : Anggoro SH

Mukadimah
Karakter masyarakat jahiliyah sebelum Islam datang jauh dari nilai-nilai humanisme (kemanusiaan). An nadwi menggambarkan bahwa moral bangsa arab pada masa jahiliyah sangatlah buruk. Mereka dijejali oleh khamr (minuman keras) dan perjudian. Mereka telah sampai pada tingkat kekejaman dan kebiadaban yang tinggi seperti mengubur anak-anak perempuan hidup-hidup, penipuan sudah menjadi kebiasaan dan perampokan terhadap kafilah-kafilah pedagang. Derajat wanita telah jatuh. Wanita dapat diwariskan kepada keturunan sebagaimana halnya barang perhiasan dan barang tunggangan. Laki-laki dapat beristri tanpa batasan jumlah. Fanatisme kesukuan dan keturunan sangat menonjol. Bangsa arab jahiliyah suka berperang, hingga menjadi hobi mereka. Mereka menyenangi hiburan dan pelampiasan hawa nafsu yang kadang menyebabkan terjadinya keributan dan peperangan.

Individu merupakan komponen terkecil yang mengisi masyarakat. Dari individu kemudian membentuk keluarga, dari keluarga saling berkumpul dengan yang lain membentuk masyarakat. Hubungan ini saling terikat. Jikalau Individu yang mengisi masyarakat itu baik maka masyarakat yang terbentuk pun akan baik pula, begitu sebaliknya. Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa masyarakat menjadi jahiliyah dikarenakan individu-individu yang menyusunnya adalah individu yang berakhlak buruk.

Pembentukan Karakter Islamiyah (Takwinul Syaksiyah Islamiyah)

Era Rasulullah
Perbaikan tatanan moral masyarakat jahiliyah membutuhkan waktu yang cukup panjang dan tidak mungkin dilakukan secara komunal/serentak, tetapi secara individu (fardiyah). Inilah yang dilakukan rasulullah ketika mengawali dakwah di mekkah baik dalam bentuk siriy (terselubung) maupun jahry (terbuka). Hasil dakwah fardiyah secara sembunyi inilah yang kemudian menghasilkan 12 generasi awal Islam atau yang sering disebut dengan assabighunal awwalun. Setelah itu banyak orang yang memeluk Islam baik laki-laki maupun perempuan. Mubarakfury menerangkan mereka masuk Islam secara sembunyi-sembunyi. Rasulullah saw menemui mereka dan mengajarkan Islam secara kucing-kucingan. Sebab dakwah itu dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan secara perorangan.

Generasi pertama bentukan Rasulullah terlihat jelas hasilnya manakala berbagai cobaan, permusuhan yang dilakukan oleh kaum kafir Quraisy bahkan sampai pengusiran dari Mekkah tidak membuat meraka berubah keyakinan meskipun harus berbenturan dengan keluarga. Hingga puncaknya, bersama Rasulullah generasi ini juga ikut andil dalam penaklukan Mekkah (fathu Makkah). Marilah kita teliti, rujukan apa yang digunakan Rasullulah untuk membentuk generasi tersebut? Manhaj apa yang digunakan untuk menghasilkan tokoh-tokoh itu?

Sayyid Quthb menjelaskan sumber rujukan utama itu adalah Al Qur’an semata, tidak ada yang lain. Meskipun pada waktu itu berbagai rujukan ada baik itu berupa budaya, kajian, tulisan ilmiah yang berasal dari peradaban Romawi, Yunani, Persia bahkan Cina. Namun, Rasulullah mampu mensterilkan dari sumber lain selama masa pembentukan mereka. Rasulullah saw ingin membentuk generasi yang bersih hatinya, akalnya, gambaran hidupnya dan jiwanya dari segala pengaruh lain selain manhaj Illahi yang terkandung dalam Al Qur’an. Pada masa awal pembentukan karakter Islami, Rasulkullah menanamkan nilai aqidah pada diri masing-masing sahabat. Menghilangkan penghambaan dari selain Allah secara total, menghapus cara-cara peribadatan dan meninggalkan kebiasaan-kebiasaan ritual jahiliyah. Mengapa Rasulullah memulai dengan penanaman aqidah? Bukan dari perbaikan akhlak atau moral? atau tidak dari perbaikan kelas masyarakat? Padahal menanamkan aqidah Islam mempunyai konsekuensi yang sangat besar bisa berakibat terbunuh dan dimusuhi oleh seluruh masyarakat kafir Quraisy. Allah menginginkan jalan ini karena Ia Mahatahu bahwa akhlak atau moralitas dan sikap egaliter terhadap kelas sosial tidak dapat ditegakkan kecuali di atas landasan akidah yang benar. Ibaratnya aqidah adalah sebuah lembaga kontrol bagi masing-masing individu. Selalu ingat pada Allah tidak akan membuat orang berakhlak buruk, selalu ingat Allah tidak akan menindas orang lain, begitu sesterusnya. Sekali lagi, karena fungsi aqidah adalah sebagai lembaga kontrol.

Setelah fase ini dirasa cukup, maka kemudian Allah menurunkan syariat-syariatNya secara bertahap. Dengan turunnya syariat ini sedikit demi sedikit tradisi jahiliyah disingkirkan seperti kebiasaan minum khamr, mengubur bayi perempuan hidup-hidup, beristri banyak, berzina dsb. Ketika syariat ini diturunkan, tidak ada sama sekali penolakan dari para sahabat. Semuanya taat dan patuh untuk melaksanakannya. Bahkan dikisahkan pada saat turun syariat pengharaman khamr, seketika itu juga salah seorang seorang langsung memuntahkan khamr yang sedang diminumnya, pasokan khamr di rumah serta merta dibuang ke jalanan. Mengapa mereka tunduk terhadap syariat Allah padahal baru saja diturunkan? Karena aqidah telah tertanam di hati para sahabat. dan konsekuensi dari aqidah itu ialah penghambaan total kepada Allah beserta syariatnya tanpa ada penolakan sedikit pun. Itulah generasi pertama bentukan dari Rasulullah. Oleh Sayyid qutb menyebutnya sebagai generasi Qur’ani yang Istimewa.



Bagaimana dengan generasi hari ini?
Pembentukan karakter Islam di era sekarang ini jauh dari apa yang telah Rasulullah lakukan. Padahal rujukan yang dipakai oleh Rasulullah sampai sekarang ini pun masih ada yaitu Al Qur’an. Tidak ada perubahan di dalamnya. Mengapa perbedaannya sangat jauh? Apakah karena tidak adanya sosok Rasulullah? Jawabannya ya, akan tetapi ini tidak bisa kita jadikan alasan utama. Mari kita lihat secara teliti penyebab ketimpangan ini.

Pertama, saat ini, kaum muslimin sangat jarang berinteraksi dengan Al Qur’an. Kalaupun berinteraksi hanya sekedar membaca tanpa ingin memahami isinya apalagi ingin menerapkan nilai-nilainya dalam kehidupan sehari-hari. Generasi sahabat mempelajari Al Qur’an untuk menerima perintah Allah SWT berkenaan dengan masalah pribadi mereka, masyarakat tempat mereka hidup dan kehidupan yang dijalaninya bersama jamaahnya. Mereka menerima perintah Allah SWT itu untuk segera diamalkan setelah mendengarnya. Sehingga Al Qur’an terejawantahkan dalam kehidupan realistis.

Kedua, masing-masing dari kita tidak mampu mensterilkan diri kita dari campuran ideologi, pemikiran, dan tradisi lain di luar Islam yang notabene bertolak belakang.Tradisi liberal dari barat, pemikiran sosialis/komunis dari timur dengan mudahnya menginterupsi tradisi dan pemikiran Islam di sekitar kita. Sehingga lambat laun Islam akan tersingkirkan dan ironisnya akan dianggap aneh dan ketinggalan zaman.

Ketiga, aqidah Islam kita yang tidak murni lagi. Barangkali kualitas aqidah kita mulai terkotori oleh hal-hal yang bertentangan dengan Islam. Terkadang sikap terlalu memberikan toleransi terhadap tradisi/kebudayaan daerah bisa mengakibatkan terkikiskan pondasi aqidah secara perlahan. Akibatnya, tanpa disadari kita larut di dalamnya.


Ramadhan itu Madrasah
Tujuan orang tua memasukkan anaknya ke madrasah adalah agar menjadi pintar, berwawasan dan tentunya memiliki pemahan ke-Islaman yang memadai. Selain itu juga, dengan dimasukkan madrasah, sikap maupun tingkah lakunya berakhlakul Islamiyah. Untuk menunjang proses pembelajaran (baca: pembentukan), madrasah dilengkapi dengan kurikulum, pengajar (ustad/ustadzah) dan tempat (gedung).

Begitu juga ramadhan. Salah satu kurikulum wajibnya adalah puasa. Puasa ini mempunyai peran yang signifikan dalam membentuk karakter Islami. Menahan perut dalam kondisi kosong adalah bentuk saling merasakan saudara kita yang kekurangan. Tidak berbohong menjadikan diri kita pribadi muslim yang jujur dan dapat dipercaya, menahan amarah dan hawa nafsu membentuk karakter bijak dan dewasa.

Kurikulum wajib lainnya adalah zakat. Zakat mempunyai peran untuk menumbuhkan kepedulian sosial dan kesetiakawanan bagi seorang muslim. Bagaimana tidak, seorang muslim harus secara “sukarela” menyisihkan sebagian harta yang diperolehnya untuk diberikan kepada orang lain.

Peningkatan kadar aqidah bisa melalui majelis aqidah. Kajian fiqh perlu diadakan untuk mensuplai pemahaman akan syariat Islam setiap individu muslim. Pemahaman terhadap Al qur’an bisa diwadahi dengan kajian tafsir, dsb.

Momen ramadhan adalah momen yang pas untuk membuat madrasah bagi kita. Karena selama bulan ramadhan, kegiatan-kegiatan ke Islaman kembali marak. Kajian aqidah, fiqih, tafsir, tasqif, tilawah berjamaah kembali menjamur di masjid-masjid, mushola, langgar dsb. Tidak hanya itu kegiatan-kegiatan sosial pun hidup. Panitia masjid/mushola disibukkan dengan kegiatan yang berorientasi sedekah, zakat, sebar ta’jil, dan santunan. Di sekolah atau madrasah tidak ketinggalan untuk mengadakan pesantren kilat bagi siswanya. Tinggal bagaimanakah persiapan kita untuk memanfaatkan peluang-peluang tersebut guna membentuk kepribadian Islam kita. Tidak menutup kemungkinan dengan izin Allah SWT generasi Qur’ani yang Istimewa jilid dua kembali terwujud. (at)

*****

Gambar diambil dari sini

0 komentar:

Posting Komentar

Terimakasih atas komentar Anda, silahkan berkunjung lagi

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 

Tags

Informasi

Buletin Insaf Lawang adalah buletin mingguan yang diterbitkan oleh Yayasan Bina Insan

Pengikut

Buletin Insaf Lawang Copyright © 2009 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template