Jumat, 12 November 2010

Belajar Keikhlasan Dari Ibrahim as


Pembaca yang budiman, pernahkah anda merasa bersedekah karena ingin dipuji? Melakukan sholat sunnah rawatib agar anda dicap sebagai orang yang tekun beribadah? Ataukah anda berkeinginan pergi haji agar dihormati? Sikap semacam ini kadangkala muncul dalam hati kita atau bahkan menjadi bagian tak terpisahkan dalam hati kita. Tentu hanya anda dan Allah SWT yang tahu. Hati memang seringkali berubah. Ketika kondisi keimanan kita kuat, hati cenderung kepada kebaikan, namun kala keimanan kita turun maka hati cenderung kepada keburukan.  Begitu juga dengan keikhlasan,sangat erat hubungannya dengan hati. Orang disebut ikhlas karena ia melakukan sesuatu yang baik hanya semata karena Allah ta’ala tidak karena yang lain.  Tujuan karena Allah inilah urusannya dengan hati. Sebagai contoh, sering kita jumpai orang yang mengatakan bahwa ia berbuat sesuatu ikhlas karena Allah, tetapi bisa jadi hatinya berkata sebaliknya. Oleh karena itulah,bab keikhlasan mempunyai hubungan erat dengan hati. 

Berbicara mengenai keikhlasan, ada sebuah contoh luar biasa yang ditunjukkan oleh Nabi Ibrahim as beserta putranya Ismail as. Kisah yang begitu mengharukan dari seorang hamba Allah yang taat, sabar dan patuh pada perintah Sang Khalik, Allah SWT, yang untaian kisahnya begitu indah dilukiskan dalam Al Quran surah Ash-Shafat ayat 102-105. “Maka ketika anak itu sampai pada umur dewasa yakni sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, ‘Wahai anakku yang kusayang, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah, bagaimana pendapatmu. ‘Dia (Isma’il) menjawab,’Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan Allah kepadamu; Insya Allah engkau akan mendapatkanku termasuk orang yang bersabar. ‘Maka setelah keduanya bertekad bulat dalam berserah diri (kepada Allah) dan dibaringkan pipi (Isma’il) di atas tanah. Kemudian kami berseru kepadanya, ‘Hai Ibrahim, engkau telah benar-benar melaksakan perintahKu dalam mimpi itu. Demikianlah sesungguhnya Kami membalas orang-orang yang berlaku baik. ‘

Pengorbanan Nabi Ibrahim AS dan putranya Isma’il AS digambarkan Allah SWT sebagai ujian keimanan yang nyata sebagai mana Firman-Nya dalam surah Ash-Shafat ayat 106, “Sesungguhnya ini merupakan uji coba yang nyata”. Dan dalam lanjutan kisah penyembelihan ini Allah SWT Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang menggantikan Nabi Ismail dengan sembelihan dari syurga yakni seekor kibas yang besar yang dahulu dikorbankan oleh Habil, putra Nabi Adam AS sebagaimana Firman Allah dalam surah Ash-Shafat 107 yang artinya,’Kami tebus anaknya itu dengan sembelihan besar (seekor domba/kibas).’

Ketaatan Nabi Ibrahim AS dalam menjunjung tinggi perintah Allah dan keikhlasan serta kesabaran Nabi Ismail mengundang kekaguman para malaikat yang menyerukan kalimat Takbir, ‘Allahu Akbar Allahu Akbar’, yang disambut Nabi Ibrahim dengan kalimat Tahlil, Laailaha Illallahu Allahu Akbar, yang diikuti pula oleh Nabi Ismail dengan ucapan Tahmid, ‘Allahu Akbar WalillahIlhamd ‘yang hingga saat ini, rangkaian kalimat yang mulia ini menghiasi ratusan juta bibir umat Islam saat merayakan Idul Adha.

Pembaca yang budiman, apayang bisa diambil dari kisah di atas? pertama, sifat ikhlas tidak serta merta akan muncul dalam diri kita. Kehadirannya tergantung bagaimanakah situasi keimanan kita kepada Allah SWT? seberapa dekatkah kita kepada Allah SWT? Apabila dalam keseharian, kualitas dan kuantitas ibadah kita minim maka tentu jarak kita kepada Allah SWT akan jauh. Semakin jauh jarak hubungan ini, akan membuat kita semakin tidak merasakan bahwa kita sedang dalam pengawasan oleh Allah SWT. Alhasil, kita akan merasakan setiap perbuatan yang kita lakukan entah baik ataupun buruk, tanpa adanya pengawasan dari Allah SWT. Sehingga sangat memungkinkan hadirnya sifat riya, berbangga diri, sering dipuji dan sebagainya. Kedua,  agar keikhlasan itu hadir dalam diri kita maka dibutuhkan adanya latihan secara kontinyu. Membiasakan diri dalam beribadah di tempat sepi akan membuat diri kita terpacu untuk beribadah secara ikhlas.  Berinfaq pada saat  tidak banyak orang, sholat tahajjud di tengah malam, bershodaqoh tanpa perlu memberitahukan nama kita adalah contoh-contoh amalan yang bisa kita lakukan untuk menumbuhkan sifat ikhlas dalam diri kita. Akhir kata, mari bersama-sama kita berlatih, mulai dari diri kita masing-masing, mulai dari hal yang kecil,  dan saat ini juga kita mulai. Wallahu a’lam. (sd)

******

Gambar diambil dari sini

0 komentar:

Posting Komentar

Terimakasih atas komentar Anda, silahkan berkunjung lagi

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 

Tags

Informasi

Buletin Insaf Lawang adalah buletin mingguan yang diterbitkan oleh Yayasan Bina Insan

Pengikut

Buletin Insaf Lawang Copyright © 2009 Blogger Template Designed by Bie Blogger Template